PENERAPAN STANDAR BIBIT SAPI ACEH SESUAI SNI 7651-3 : 2020
Sapi Aceh merupakan sumber daya genetik ternak lokal dari Propinsi Aceh yang mempunyai sebaran asli geografis di Propinsi Aceh yang perlu dilindungi dan dilestarikan dan telah ditetapkan sebagai rumpun sapi Aceh oleh Menteri Pertanian RI nomor 2907/Kpts/OT.140/06/2011 (BSN, 2020). Sapi Aceh adalah tipe sapi potong berukuran kecil tetapi mempunyai kontribusi yang cukup besar bagi pemenuhan kebutuhan daging di daerah.
Sapi Aceh merupakan satu dari empat bangsa sapi lokal asal Indonesia selain sapi Pesisir, Madura dan Bali (Martojo, 2003). Ternak lokal terbukti dapat beradaptasi dengan lingkungan dan iklim tropik, sehingga ternak lokal seperti sapi Aceh paling cocok untuk dipelihara dan dikembangkan di Indonesia, walaupun produksinya lebih rendah dari ternak impor (Noor, 2008).
Asal usul Sapi Aceh
Sapi Aceh berasal dari persilangan Bos Indicus dan Bos Sondaicus yaitu sapi yang hidup di daerah tropik yang beriklim panas memiliki karakteristik sapi potong. Selain itu juga digunakan sebagai ternak kerja, tabungan, budaya meugang dan adu sapi (Abdullah et al., 2007) yang diusahakan secara turun temurun oleh masyarakat peternak pedesaan di Propinsi Aceh (Jamaliah, 2010). Secara garis induk (maternal) sapi aceh merupakan turunan Bos Indicus (Abdullah et al., 2008)
Ciri-ciri sapi Aceh
Berikut ciri khas sapi Bali dilihat dari ciri secara fisik :
• Tubuh di dominasi warna merah bata dengan bulu merah bata sampai coklat
• Muka cenderung cekung dan sekeliling mata ada kaca mata berwarna putih.
• Telinga kecil mengarah kesamping, tidak terkulai dan warna telinga bagian dalam berwarna keputihan
• Tanduk beragam : mengarah kesamping dan melengkung keatas
• Punggung cenderung cekung dan garis punggung coklat kehitaman
• Punuk sapi aceh jantan besar dengan mengarah kebelakang, sedangkan pada betina kecil seperti setengah tempurung kelapa
• Kaki berwarna merah bata sampai coklat dan kaki bagian dalam lebih terang dari kaki bagian luar.
• Pantat hampir rata-rata penuh padat dan berisi.
• Bobot badan sapi Aceh jantan dewasa bisa memiliki berat badan ± 550 Kg dan betina ± 400 Kg.
Keunggulan sapi Aceh
Keunggulan sapi Aceh yang sangat menonjol terletak pada daya reproduksinya, karena sapi Aceh tergolong ternak masak dini dengan birahi postpartum sangat singkat. Interval kelahiran sapi Aceh sangat pendek karena 3540 hari setelah beranak sapi aceh dapat birahi kembali dan dikawinkan berikutnya (Abdullah, 2007). Selain itu sapi Aceh mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap tekanan alam berat iklim tropik, kondisi pakan yang jelek dan tahan terhadap serangan parasit endo dan eksto (Yusmadi et al., 2014).
SNI Bibit Sapi Aceh
BSN telah menerbitkan Standar Nasional Indonesia (SNI 7651-3 : 2020) untuk bibit sapi Aceh. Standar SNI bibit sapi ini menetapkan persyaratan mutu dan cara pengukuran bibit sapi Aceh. Sapi Aceh yang memenuhi persyaratan SNI selanjutnya harus digunakan untuk program breeding agar menghasilkan pedet-pedet yang unggul.
Persyaratan Umum
Persyaratan umum yang harus dipenuhi pada bibit sapi Aceh jantan sesuai SNI antara lain : sehat, tidak cacat fisik, organ reproduksi normal (testis baik dan simetris), memiliki libido, kualitas dan kuantitas semen yang baik (umur minimum 18 bulan) serta memiliki silsilah. Sedangkan pada bibit sapi Aceh betina yaitu sapi harus sehat, tidak cacat fisik, ambing simetris, jumlah puting 4, bentuk puting normal, organ reproduksi normal (umur minimum 18 bulan) serta memiliki silsilah
Persyaratan kualitatif dan kuantitatif
SNI menyebutkan bahwa standar sapi Aceh dari persyaratan kualitatif yaitu memiliki warna bervariasi dari merah bata, kecoklatan sampe kehitaman, sekeliling mata, telinga bagian dalam dan bibir atas berwarna keputihan, warna leher lebih gelap dibanding tubuhnya (jantan), ujung ekor hitam, badan ramping, moncong hitam, kaki keputihan pada bagian dalam dan kuku hitam. Sapi Aceh ada yang tidak bertanduk atau memiliki bertanduk mengarah ke samping atau melengkung keatas, telinganya kecil, tegak kesamping dan pada jantan memiliki punuk lebih besar dibanding betina.
Persyaratan minimum kuantitatif pada bibit sapi Aceh jantan terdiri dari Tinggi Pundak (TP), Panjang Badan (PB), Lingkar Dada (LD) dan Lingkar Skrotum (LS) dalam satuan cm memiliki ukuran minimum. Sapi jantan umur 205 hari = memiliki TP (84), PB (79), LD (89); umur 12 bulan = memiliki TP (90), PB (89), LD (103), LS (17); serta umur 24 bulan = memiliki TP (102), PB (103), LD (128), LS (27).
Persyaratan minimum kuantitatif pada bibit sapi Aceh betina terdiri dari Tinggi Pundak (TP), Panjang Badan (PB) dan Lingkar Dada (LD) dalam satuan cm memiliki ukuran minimum. Sapi betina umur 205 hari = memiliki TP (84), PB (78), LD (90); umur 12 bulan = memiliki TP (87), PB (84), LD (100); umur 18 bulan = memiliki TP (92), PB (91), LD (109); serta umur 24 bulan = memiliki TP (96), PB (97), LD (120).
Cara pengukuran persyaratan kuantitatif
Pengukuran kuantitatif bibit sapi Aceh serupa dengan pengukuran pada sapi potong lainnya yaitu dilakukan pada posisi sapi berdiri sempurna (paralelogram/posisi keempat kaki berdiri tegak dan membentuk empat persegi panjang) di atas lantai yang rata.
Umur
Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui umur sapi, diantaranya dengan melakukan pemeriksaan gigi. Perkiraan umur melihat kondisi gigi adalah cara yang paling akurat dibanding cara lainnya.
Perkiraan umur sapi melalui kondisi gigi dilihat dari pergantian gigi susu menjadi gigi seri permanen (poel). Jika belum ada gigi seri permanen (0 pasang) sapi ditaksir berumur < 18 bulan, sedangkan jika jumlah gigi seri permenen sebanyak 1 pasang berarti sapi ditaksir berumur antara 18-24 bulan.
Tinggi Pundak
Tinggi pundak dapat diukur dengan menghitung jarak tegak lurus dari tanah sampai dengan titik tertinggi pundak di belakang punuk sejajar dengan kaki depan dengan menggunakan tongkat ukur,
Panjang Badan
Panjang badan dapat dihitung dengan cara mengukur jarak dari bongkol bahu (tuberositas humeri) sampai ujung tulang duduk (tuber ischii) menggunakan tongkat ukur
Lingkar Dada
Lingkar dada sapi Aceh diukur dengan melingkarkan pita ukur pada bagian dada di belakang punuk
Lingkar skrotum
Lingkar skrotum dapat diukur dengan melingkarkan pita ukur pada bagian tengah skrotum.
SNI 7651-3 : 2020 ini dapat digunakan sebagai acuan dilapangan terkait persyaratan bibit sapi Aceh dengan tujuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen dan produsen terkait mutu bibit sapi Aceh dan meningkatkan produktivitas sapi Aceh di Indonesia serta dapat meningkatkan kualitas genetik sapi Aceh.
Daftar Pustaka :
Abdullah, M. A. N., R. R. Noor dan E. Handiwirawan. 2008. Identifikasi Penanda Genetik Daerah D-loop pada Sapi Aceh. J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 (1):1-10.
Abdullah, M. A. N., R. R. Nor. H. Martojo., D. D Solihin, dan E. Handiwirawan. 2007. Keragaman fenotipik Sapi Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam. J. Indon Tropic Agriculture.Aceh.
Jamaliah. 2010. Pelestarian plasma nutfah sapi Aceh. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Aceh Indrapuri.
Martojo, H. 2003. Indigenous Bali Cattle: The Best Suited Cattle Breed for Sustainable Small Farms in Indonesia. Laboratory of Animal Breeding and Genetics, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University, Indonesia.
Noor, R. R. 2008. Genetika Ternak. Cet ke-5. Penebar Swadaya, Jakarta.
SNI 7651-3:2020. Bibit sapi Potong – bagian 3 : Aceh. BSN. Jakarta.
Yusmadi, Muhtar, S. Arniaty. 2014. Perbandingan Daya Tahan Tubuh Sapi Aceh dengan Sapi Brahman Cross. Prosiding Seminar Nasional Peternakan. Kontribusi Ternak Lokal dalam Menunjang Kecukupan Protein Hewani. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. 10-19.
Penulis : Nuraini, S.Pt., M.Sc (Penyuluh BPSIP Kepulauan Bangka Belitung)